Minggu, 11 Mei 2014

Kei Minohara, Sou Fujimoto & Adi Purnomo (Atap Jakarta)



Ini adalah tiket acara yang saya janjikan dari lama ceritanya. Dari tanggal acara 15 Maret, baru sekarang bisa menulis untuk blog karena laptop saya rusak (alasan :P). Sempat diperbaiki kemudian rusak lagi, sampai ternyata sudah lewat 2 bulan! Baiklah karena sekarang sudah bisa, mudah-mudahan saya masih bisa menceritakan ini dengan baik, dari catatan yang ada.

Seminar simposium ini diadakan di Grand Indonesia, Jakarta. Awalnya saya tidak tahu seminar yang bagaimana yang akan dihadiri ini. Hanya diberitahu kalau semua sangat disarankan ikut acara dengan pengecualian untuk saya. Bu Mita bilang 'Harus', karena kemarin Saya dapat tugas mempelajari project untuk kompetisi. Selain karena bos menjadi salah satu pembicara, alasan semua diajak ikut seminar yaitu karena pembicara lain adalah Kei Minohara, dan Sou Fujimoto. Kebetulan keduanya asal Jepang, tapi sudah melanglang buana ke mana-mana. Kei Minohara adalah urban planner yang dikenal dan sangat dihormati di Jepang. Sou Fujimoto adalah arsitek muda yang karyanya sudah tersebar dibeberapa negara, Beberapa desainnya fenomenal dan terkenal. Ia adalah murid dari Toyo Ito, dan menurut Pa Mamo ini berpengaruh dan dapat terlihat pada desain Fujimoto. Menurut beliau pula, arsitek ini cepat sekali berkembangnya dan solusi desainnya cerdas. Beliau terlihat antusias menjadi pembicara bersama Sou Fujimoto, bahkan beliau bilang sebenarnya nervous karena sama-sama harus jadi pembicara :D. Intinya Ini acara sangat direkomendasikan karena bisa belajar dari arsitek lain, seperti Sou Fujimoto, yang kapan lagi bisa ke Indonesia.

Jadi apa yang saya dapat setelah mengikuti seminar ini?

Jumat, 21 Februari 2014

Tujuan

Bayangkan settingnya: Lesehan di teras belakang, dikelilingi hijau tanaman pagar dan beberapa pohon kecil. Background suara deras sungai yang terkadang saya masih susah membedakannya dengan suara hujan. Kicau burung yang bermacam-macam, karena memang tetangga sebelah studio punya aviary (kandang burung besar : ). Oh iya, serta nyamuk yang kadang tidak terasa, tahu-tahu sudah menggigit. 

Sederhana. Di sinilah tempat makan siang kantor yang terkadang sambil diselingi diskusi. Soal arsitektur, masalah lingkungan, seperti banjir, kebijakan pemerintah, peristiwa terkini, problematika masyarakat (kalau istilah hizb: problematika umat), adalah topik yang seringnya dibicarakan. Karena praktisi yang bergelut langsung serta pengalaman hidup yang banyak, terkait hal-hal tersebut  beliau-beliau tahu cerita dan fakta yang mungkin umum jarang mengetahuinya. Contohnya misalnya begini, kalau orang umum sekarang tahu bahwa pemerintahan sekarang bobrok, maka beliau-beliau tahu detil kebobrokannya, orangnya, dan apa yang orang tersebut lakukan. 

Kamis, 20 Februari 2014

everyday architecture

Terpikir mengganti nama blog jadi everyday architecture. Walau panjang entah kenapa suka. Bahkan sudah muncul gambaran logo atau head webnya. Saya berencana akan lebih sering menulis dan mencicil tulisan untuk bikin buku (aamiin). Dengan nama everyday architecture, bukan berarti setiap hari saya bakal update blog. Hanya ingin membagi pandangan keseharian dalam arsitektur. Selama di lingkungan baru dan kerja di mahati dan mamostudio, nampaknya banyak kelebatan-kelebatan pemikiran bermunculan. Sangat sayang jika tidak di bagi. Apalagi saat pemikiran-pemikiran itu lewat, seringnya saya senyum-senyum sendiri, tuh bahaya kan. Nanti orang lain bakal ke ge-er an lagi, dikirain senyumin orang di seberang. Bukan lucu atau apa tapi seringkali saya baru sadar hal-hal disekitar, yang terkadang sederhana. 

Minggu, 16 Februari 2014

Arsitek dan Persoalan Perumahan

Berapa harga rumah dengan luas 36 meter persegi (Tipe 36) saat ini? 
Di Tangerang, rumah tipe 36 yang disediakan pengembang besar terkemuka saat ini memiliki harga pasaran 100000000 – 110000000 rupiah. Bingung ngitung jumlah nolnya kan? Saya juga. Harganya sekarang Rp 100jutaan . Sedang tipe 38 didaerah Cibubur dengan induk pengembang yang sama, harganya 242,4 juta. Itu jika tunai, jika kredit KPR (bunga/Riba) maka harganya menjadi 260jutaan.
 

Itu artinya rata-rata harga rumah di Tangerang adalah Rp 2.7juta-3juta setiap 1m persegi lantai bangunan (tanpa memperhatikan luas tanah), sedang di Cibubur harganya Rp 6.3 juta per meter persegi. Harga disetiap dapat berbeda, karena harga juga dipengaruhi salah satunya lokasi, dimana setiap lokasi memiliki perbedaan perkembangan pertumbuhan ekonomi yang berbeda pula. Contoh di Pekanbaru, rumah tipe 96 luas tanah 105m2 memiliki harga jual tunai 1,05 milyar. Yang artinya harga jual rumah di Pekanbaru tiap 1 meter persegi lantai adalah Rp 10,9 juta. Walaupun daya beli rata-rata masyarakat Pekanbaru tinggi (pendapatan perkapita penduduk Provinsi Riau ada pada urutan ketiga tertinggi se-Indonesia [1]), Saya tidak tahu ini dalam batas kewajaran atau tidak.