Minggu, 20 Februari 2011

The American Book of the DeadThe American Book of the Dead by Henry Baum

My rating: 3 of 5 stars


Hufh...Akhirnya... selesai juga baca buku ini. Rasanya alurnya kok lambat bener ya. Trus penggambaran penulis tentang apocalypse-nya juga ga menggigit. Apa karena baca versi inggrisnya ya, sedang bahasa inggris q dibawah rata-rata? Haha.. Kemaren maksudnya sih biar sekalian belajar bahasa inggris :p
Kalau biasanya membaca novel selesai dalam beberapa jam, saya perlu berhari-hari untuk menyelesaikan buku ini. Tapi wajar saja, soalnya novel yang dibaca kan juga bahasa indonesia, he.

Saat membaca bagian depan buku saya pikir buku ini sepertinya akan cukup menarik. Saat itu saya baru saja menonton beberapa film yang vulgar menampilkan darah dan kekerasan saat saya membaca buku ini. Haduh,adegan darah bermuncratan dan bagian-bagian tubuh berlepasan dalam Ninja Assasin masih saya ingat.hiii.

Pada intruduction, dengan menggunakan sudut pandang pertama, diceritakanlah seseorang yang bernama Eugene Myers. Saya mengira introduction ini merupakan semacam kata pengantar atau pendahuluan dari Henry Baum, si pengarang buku. Sebab 'aku' pada bagian introduction ini menceritakan gambaran tentang isi buku. Bahwa pembaca akan memaafkannya untuk ending yang buruk pada buku ini. Dimana Ia mengatakan "I live in a time when violence is a religion, God is dead, and humor is something grandfathers used before the war." Wah ternyata ada juga ya orang barat yang merasakan demikian. Sadar bahwa kekerasan sudah dianggap normal dan dinormal-normalkan sebagaimana film-film yang baru saya tonton.

Melihat pengarangnya yang bagi saya sepertinya berbeda dengan orang kebanyakan, maka saya mengambil kesimpulan, buku ini sepertinya akan menarik. Tapi tiba-tiba saja cerita menjadi terasa mengalir. cerita ternyata telah dimulai dari tadi.

Maka kisah hidup Eugene Myers dan orang-orang terkaitpun pun diceritakan--petualangannya serta mimpi-mimpi anehnya tentang orang-orang yang tak dikenalnya dari berbagai tempat, yang ternyata memang ada. Kemudian ia yang mendapati apa yang ia bayangkan dan ia tulis ternyata dapat menjadi kenyataan. Singkat cerita, Ia mengalami keanehan-keanehan (begitu pula dengan orang-orang yang Ia mimpikan). Namun Ia tidak mengerti makna dari kesemua hal tersebut. Hingga mendekati akhir kisah, kesemuanya ternyata 'menuntunnya' menjadi orang yang memegang peranan penting.

Setelah berhari-hari membaca--ga tau juga kenapa kok pengen cepat diselesaikan padahal seringnya kalau baca ini sampai ngantuk--akhirnya ada juga bagian yang disuka. Di paragraf kedua bagian epilog :D

"Were these real beings or a projection of our imaginations? The difference no longer mattered, but the answer was: both. All of us were the product of self-perception and the perception of others--watched and read by beings of our own invention, some of the stories tragic, some uplifting. We were the universe's entertainment"

Mungkin disamping menunjukan kepada para pembaca betapa bobrok dan gilanya dunia saat ini, salah satu yang ingin disampaikan penulisnya tampaknya adalah All of us were the product of self-perception and the perception of others. Saya membaca buku ini dengan presepsi, menulis review ini dengan presepsi. Yah, saya tidak mau menulis akhir kisah bukunya. Karena mungkin anda sudah punya presepsi sendiri



View all my reviews on goodreads

Tidak ada komentar:

Posting Komentar